Lebaran dalam Bayang Ketakutan dan Kerinduan di Wisma Atlet
OMNIA SLOT - Berbalut perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) dan Masker, Semawati tampak kesulitan bergerak. Dia bersusah payah jongkok dan berdiri untuk mengambil sampah di lantai.
Semawati, pria berusia 30 tahun itu, mengatakan telah bekerja sebagai petugas kebersihan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat sejak akhir Maret 2020.
Dilansir dari Omnia Slot, RS Darurat Wisma Atlet diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2020. Hingga 24 Mei pukul 14.00 WIB sebanyak 963 pasien positif Covid-19 dirawat di RSD tersebut.
Kata Semawati, setiap hari ada tiga sif petugas kebersihan yang bertanggung jawab menjaga kebersihan RSD. Tiap sif kata dia terdiri dari belasan petugas. Mereka bekerja di Tower4 dan Tower 7 Wisma Atlet. Tugasnya sehari-hari, membersihkan ranjang pasien, membuang tumpukan sampah, memastikan kondisi pegangan tangga aman serta membersihkan lantai agar selalu dalam kondisi bersih.
"Susahnya pas pakai APD, bentukannya kan kaku, takut tiba-tiba robek," kata Semawati ketika ditemui CNNIndonesia.com, di Wisma Atlet.
APD, kata dia, hukumnya wajib. Sebab, RSD termasuk kawasan zona merah. Setiap petugas harus memakai APD lengkap, demi melindungi diri dari penularan Covid-19.
Menurut Semawati bekerja di Wisma Atlet harus siap mental. Bayang-bayang ketakutan tertular selalu ada. Tapi, kata dia, hal itu tak perlu disikapi berlebihan. Selama disiplin dan jaga jarak, penularan bisa diantisipasi.
Awalnya, ia takut untuk menerima pekerjaan itu.
"Parno," katanya.
Perlahan, berbekal imbauan dan peraturan ia mengikis ketakutannya. Namun, tetap saja ada peristiwa yang membuatnya khawatir, apalagi saat sedang kebagian tugas membersihkan ruang Instalasi gawat darurat (IGD) Wisma Atlet di Tower 7 lantai 1.
"Biasanya lantai dasar di IGD ada yang pada batuk, langsung deh merinding," ujarnya.
Semawati tak ingin ambil pusing. Dia meyakini kekhawatiran berlebihan justru dapat menurunkan imunitas tubuhnya sehingga memberikan peluang virus corona masuk ke tubuhnya. Selama bekerja di RSD, ia mengaku belum memiliki keluhan penyakit.
Baca Juga : " Tak Suka Video Call, Begini Cara Deddy Corbuzier Silaturahmi Lebaran "
Tak hanya bayang-bayang ketakutan. Kerinduan dengan keluarga juga menjadi persoalan tersendiri bagi Semawati. Bekerja di Wisma Atlet membuatnya tak bertemu dengan keluarga, termasuk saat hari raya Idulfitri 1441 Hijriah. Dia terpaksa berpisah dengan keluarganya. Anak-istrinya tinggal di Jakarta Selatan, sementara dia harus dikarantina di salah satu tower Wisma Atlet. Satu Tower Wisma Atlet disediakan untuk tenaga medis dan karyawan Wisma Atlet.
"Sudah hampir dua bulan kerja di sini, malam takbiran saya rasanya sedih karena kangen anak istri, kangen makan ketupat, sekarang orang-orang makan, saya makan catering," ujarnya.
Sesekali Semawati tersenyum. "Orang-orang pakai baju baru, saya pakai baju APD," katanya.
"Saya kangen banget sama orang tua saya, biasanya hari begini saya sungkeman sama main-main ke kerabat lain," imbuhnya.
Kerinduan kepada keluarganya sedikit terobati, ketika dia melakukan Video Call dengan anak istrinya di hari H Lebaran. Begitu wajah istri, anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun serta anak perempuan dengan usia 3 tahun muncul di layar ponselnya, semangatnya kembali bangkit.
Dia bercerita, malam takbiran lalu ia seperti orang hamil yang ngidam. Tiba-tiba ia ingin sekali menyantap ketupat dengan opor ayam. Sampai ia meminta istrinya mengirimkan ketupat.
"Saya telepon tadi ke rumah bilang ke mamanya anak-anak, 'besok kirimin ya', kata istri saya iya mau dikirim," ujarnya.
Rasa rindu Semawati pada keluarga harus ditahan. Dia sadar itu. Ia tidak akan pulang ke rumah sebelum kondisinya memungkinkan. Keluarganya berpotensi tertular, bila ia pulang, meskipun ia selama ini tak memiliki gejala.
Apalagi, sejak awal, kata Semawati, keluarganya sempat meminta dirinya agar menolak bekerja di Wisma Atlet. Dia sempat berniat mengurungkan niatnya bekerja di Wisma Atlet. Tapi, dia akhirnya memutuskan untuk mengambil pekerjaan itu. Kata dia: ada panggilan jiwa.
"Saya ingin membantu meringankan, seenggaknya usaha kami membantu Indonesia menghilangkan virus corona. Pasien-pasien tanpa bantuan kami juga enggak bisa cepat sembuh kan karena kondisi kan harus selalu bersih," jelasnya.
Meski Semawati tak mengenal para pasien yang dirawat, ia mulai terbiasa dan cenderung menyukai aktivitasnya sehari-hari. Terkadang ia pun ingin sama-sama curhat dengan pasien yang tampak murung karena virus corona nyatanya lebih melemahkan mental pasien daripada kondisi tubuhnya.
"Dari awal sudah diimbau untuk tidak berkomunikasi langsung, jaga jarak gitu," ujarnya.
Ia mengajak semua orang ikut berkontribusi melindungi tanah air dari serangan virus.
Semawati berpesan, hal sekecil apapun yang dilakukan di jalan kebaikan, pasti bermanfaat.
"Sama-sama berjuang dari basis yang beda, saya ingin membantu negara juga," katanya."Ayo sama-sama berjuang melawan corona."- GLXgames
Semawati, pria berusia 30 tahun itu, mengatakan telah bekerja sebagai petugas kebersihan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat sejak akhir Maret 2020.
Dilansir dari Omnia Slot, RS Darurat Wisma Atlet diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2020. Hingga 24 Mei pukul 14.00 WIB sebanyak 963 pasien positif Covid-19 dirawat di RSD tersebut.
Kata Semawati, setiap hari ada tiga sif petugas kebersihan yang bertanggung jawab menjaga kebersihan RSD. Tiap sif kata dia terdiri dari belasan petugas. Mereka bekerja di Tower4 dan Tower 7 Wisma Atlet. Tugasnya sehari-hari, membersihkan ranjang pasien, membuang tumpukan sampah, memastikan kondisi pegangan tangga aman serta membersihkan lantai agar selalu dalam kondisi bersih.
"Susahnya pas pakai APD, bentukannya kan kaku, takut tiba-tiba robek," kata Semawati ketika ditemui CNNIndonesia.com, di Wisma Atlet.
APD, kata dia, hukumnya wajib. Sebab, RSD termasuk kawasan zona merah. Setiap petugas harus memakai APD lengkap, demi melindungi diri dari penularan Covid-19.
Menurut Semawati bekerja di Wisma Atlet harus siap mental. Bayang-bayang ketakutan tertular selalu ada. Tapi, kata dia, hal itu tak perlu disikapi berlebihan. Selama disiplin dan jaga jarak, penularan bisa diantisipasi.
Awalnya, ia takut untuk menerima pekerjaan itu.
"Parno," katanya.
Perlahan, berbekal imbauan dan peraturan ia mengikis ketakutannya. Namun, tetap saja ada peristiwa yang membuatnya khawatir, apalagi saat sedang kebagian tugas membersihkan ruang Instalasi gawat darurat (IGD) Wisma Atlet di Tower 7 lantai 1.
"Biasanya lantai dasar di IGD ada yang pada batuk, langsung deh merinding," ujarnya.
Semawati tak ingin ambil pusing. Dia meyakini kekhawatiran berlebihan justru dapat menurunkan imunitas tubuhnya sehingga memberikan peluang virus corona masuk ke tubuhnya. Selama bekerja di RSD, ia mengaku belum memiliki keluhan penyakit.
Baca Juga : " Tak Suka Video Call, Begini Cara Deddy Corbuzier Silaturahmi Lebaran "
Tak hanya bayang-bayang ketakutan. Kerinduan dengan keluarga juga menjadi persoalan tersendiri bagi Semawati. Bekerja di Wisma Atlet membuatnya tak bertemu dengan keluarga, termasuk saat hari raya Idulfitri 1441 Hijriah. Dia terpaksa berpisah dengan keluarganya. Anak-istrinya tinggal di Jakarta Selatan, sementara dia harus dikarantina di salah satu tower Wisma Atlet. Satu Tower Wisma Atlet disediakan untuk tenaga medis dan karyawan Wisma Atlet.
"Sudah hampir dua bulan kerja di sini, malam takbiran saya rasanya sedih karena kangen anak istri, kangen makan ketupat, sekarang orang-orang makan, saya makan catering," ujarnya.
Sesekali Semawati tersenyum. "Orang-orang pakai baju baru, saya pakai baju APD," katanya.
"Saya kangen banget sama orang tua saya, biasanya hari begini saya sungkeman sama main-main ke kerabat lain," imbuhnya.
Kerinduan kepada keluarganya sedikit terobati, ketika dia melakukan Video Call dengan anak istrinya di hari H Lebaran. Begitu wajah istri, anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun serta anak perempuan dengan usia 3 tahun muncul di layar ponselnya, semangatnya kembali bangkit.
Dia bercerita, malam takbiran lalu ia seperti orang hamil yang ngidam. Tiba-tiba ia ingin sekali menyantap ketupat dengan opor ayam. Sampai ia meminta istrinya mengirimkan ketupat.
"Saya telepon tadi ke rumah bilang ke mamanya anak-anak, 'besok kirimin ya', kata istri saya iya mau dikirim," ujarnya.
Rasa rindu Semawati pada keluarga harus ditahan. Dia sadar itu. Ia tidak akan pulang ke rumah sebelum kondisinya memungkinkan. Keluarganya berpotensi tertular, bila ia pulang, meskipun ia selama ini tak memiliki gejala.
Apalagi, sejak awal, kata Semawati, keluarganya sempat meminta dirinya agar menolak bekerja di Wisma Atlet. Dia sempat berniat mengurungkan niatnya bekerja di Wisma Atlet. Tapi, dia akhirnya memutuskan untuk mengambil pekerjaan itu. Kata dia: ada panggilan jiwa.
"Saya ingin membantu meringankan, seenggaknya usaha kami membantu Indonesia menghilangkan virus corona. Pasien-pasien tanpa bantuan kami juga enggak bisa cepat sembuh kan karena kondisi kan harus selalu bersih," jelasnya.
Meski Semawati tak mengenal para pasien yang dirawat, ia mulai terbiasa dan cenderung menyukai aktivitasnya sehari-hari. Terkadang ia pun ingin sama-sama curhat dengan pasien yang tampak murung karena virus corona nyatanya lebih melemahkan mental pasien daripada kondisi tubuhnya.
"Dari awal sudah diimbau untuk tidak berkomunikasi langsung, jaga jarak gitu," ujarnya.
Ia mengajak semua orang ikut berkontribusi melindungi tanah air dari serangan virus.
Semawati berpesan, hal sekecil apapun yang dilakukan di jalan kebaikan, pasti bermanfaat.
"Sama-sama berjuang dari basis yang beda, saya ingin membantu negara juga," katanya."Ayo sama-sama berjuang melawan corona."- GLXgames
Komentar
Posting Komentar